Catatan 'Ekonom Kecil' tentang Pemerintah

Kami (rakyat) sudah membayarmu (pemerintah) dengan pajak 
untuk membeli kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan. 
Tapi rupanya ‘barang jualan' yang kau berikan tak sama kualitasnya dengan yang kau janjikan. 
Sepertinya kau ingin menipu kami, hah?! 
'Pengorbanan ekonomi' yang kami keluarkan ternyata tak sama dengan apa yang kami dapatkan. 
Ini yang kau sebut adil?!
Dulu, saat kau (para caleg, cabup, cagub, dan capres) mempromosikan ‘barang jualanmu’, rasanya manis sekali. 
Sangat pintar kau hasut kami. 
Kau bilang ‘barang jualanmu' kualitas nomor satu, tak akan mengecewakan. 
'Bergainning'mu ternyata mampu membuat kami memilihmu 
sebagai ‘pemasok’ kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan bagi kami. 
Tapi lihatlah!! Ternyata kau ingkari janji!! Kau kemanakan uang kami, hah?!
Kau gunakan untuk bayar utang-utangmu? 
Hei!! Itu uang kami!! 
Kau sudah punya 'modal' kekayaan alam yang berlimpah bukan ?!
(yang sebenarnya itu pun harusnya kau berikan untuk kami, karena itu hak kami) 
Gunakan itu untuk membayar utang-utangmu!! Bukan dengan uang kami!!
Kenapa, hah?! Kau bingung?! 
Kekayaan alam kau biarkan orang lain yang mengelolanya, 
dan tak kau dapatkan uang yang pantas atas modal yang kau miliki. 
Ini yang membuatmu memeras kami? 
Atau jangan-jangan kau memang hanya mencari keuntungan pribadi saja.
Kau kantongi uang-uang kami, namun tak kau berikan ‘barang jualan’ yang kami minta. 
Kau manfaatkan kami rupanya. 
Kau makin kaya dengan segala siasatmu itu, 
sementara kami semakin miskin dengan segala kebijakan di 'Memorandum of Understanding (MoU)' yang kau buat, yang bahkan sama sekali tak kau beberkan semua isinya. 
Kau seenaknya membuat berbagai kebijakan, memaksa kami mematuhinya. 
MoU yang kau buat dan kau rahasiakan sebagian besar isinya, 
menjadikan kami di posisi yang lemah. 
Dan mau tidak mau, kami hanya bisa menunggu 'kontrak jual-beli' selama lima tahun ini selesai.
Kau masih mengelak juga?! Apa perlu kami beberkan semua ‘wanprestasimu’?! 
Sepertinya tak akan cukup jika kami tulis semuanya. Terlalu banyak!!
Kami jadi berpikir ulang untuk memilihmu kembali sebagai ‘pemasok’. 
PT. Demokrasi yang menjadi induk perusahaanmu sama sekali tidak memuaskan 'pelanggan'. 
Kau bilang kami boleh mengoreksi kebijakanmu, tapi nyatanya suara kami tak kau gubris. 
Bukannya 'PELANGGAN adalah RAJA' ya?! Kami seharusnya kau layani dengan sebaik-baiknya. 
Kami sudah membayarmu! Perlu kami ulang kalimat ini?! KAMI SUDAH MEMBAYARMU?! 
Dimana sebenarnya 'etika bisnismu', hah?!

Semarang, 10 Maret 2014

*Sedikit catatan 'ungkapan kekecewaan' yang terinspirasi dari perkataan dosen Akuntansi Perpajakan yang mengatakan Pemerintah digolongkan sebagai Pemasok dalam Konsep Akuntansi Pajak. Catatan ini juga ditulis saat kuliah Akuntansi Perpajakan berlangsung.

0 comments: