Menjemput, Bukan Menunggu

Bruukkk..
“Aduh, kenapa lagi sih adikku tercinta yang manis dan imut ini?” tegur Kak Wulan sambil memungut kembali tas Della yang ia jatuhkan ke lantai. “Nyebeliiiiiiiinn....”
“Nyebelin kenapa?” kak Wulan bertanya.
“Pokoknya nyebeliin, nyebeliin..”
“Aduh, yang jelas dong Della. Segala sesuatunya kan ada sebabnya. Ayo duduk dulu sini. Ceritain ke kakak apa yang terjadi.” Sambil membelai rambut panjang adiknya, Kak Wulan mencoba menenangkan.
“Udah kesekian kalinya kak. Nyebelin banget deh mereka.” Sambil manyun Della mencoba menjelaskan.
“Apanya yang kesekian kalinya Della?” tanya Kak Wulan penasaran.
“Tadi tuh di pengkolan sana banyak anak SMA yang godain Della mb. Masa Della dipanggil sayang. Ada yang manggil cantik juga. Yaa walaupun Della emang cantik sih. Hehe”
“Emm, mulai deh. Lanjuut..” Manyun kak Wulan menyahuti.
“Yang lebih parah lagi kak, ada yang pake suit-suit gitu ngajak kenalan. Pakai mau nyolek-nyolek segala lagi. Emangnya Della wanita murahan apa. Hemm.” Bersungut-sungut Della melanjutkan ceritanya.
“Terus?”
“Ya itu kak. Della kan wanita baik-baik. Bukan wanita yang mau saja digodain. Apalagi yang suka nggodain.”
“Terus?”
“Della kan emang cantik. Jadi wajar sih mereka kagum. Hehehe. Tapi tidak bisa kah mereka menghormati Della kak? Della merasa tidak dihargai sebagai seorang wanita dengan diperlakukan seperti itu.” Lanjut della dengan gaya puitisnya.
“Terus?” Kak Wulan pasang muka (pura-pura) serius.
“Iiih kak Wulan nyebelin juga nih. Masa dari tadi terus terus mulu.” Makin manyun saja nih bibir Della.
“Hahaha. Aduh adikku tercinta yang manis dan imut ini lagi galau yaa.. cieee..” Goda kak Wulan yang membuat Della makin bete.
“Tuh kan. Emang nyebelin nih kakak. Orang adiknya lagi bete juga malah diledekin.”
“Hehe. Iya deh Kakak minta maaf.” Sambil membenarkan posisi duduknya Kak Wulan melanjutkan, “Begini Della, kalau ada asap tentunya ada api. Segala sesuatunya berlaku hukum sebab-akibat. Kamu pasti tahu itu.” Diam sejenak. Della serius menyimak kakaknya yang tak kalah cantik. Karena memang wajah mereka sangat mirip. Bedanya Kak Wulan sudah menutup aurat dengan sempurna, sementara Della belum. Kak Wulan pun melanjutkan penjelasannya, “Adanya mereka menggoda Della, pasti ada sesuatu dari Della yang memicu mereka melakukannya.”
“Tunggu kak. Tunggu. Jadi Kak Wulan nyalahin Della gitu?”
Kak Wulan pun tersenyum, “Disimak dulu ya adikku tercinta yang...”
“Udah lanjut lagi kak. Nggak usah pake yang manis dan imut.” Potong della.
Sambil tersenyum Kak Wulan kembali melanjutkan penjelasannya, “Oke. Kak Wulan lanjutkan. Della tahu kenapa kakak pakai kerudung dan jilbab ini?”
“Emm... nggak tahu kak. Hehe.” Jawab Della polos. (Polos apanya coba, orang udah kelas tiga SMP -_-)
“Kakak pakai kerudung dan jilbab karena memang itu wajib bagi kita wanita muslim yang sudah baligh. Selain itu, dengan menutup aurat secara sempurna kita sebagai wanita akan dihormati Della. Nggak bakalan deh digodain sepertimu. Paling mentok mereka nggodainnya pake ‘assalamu’alaikum’.” jelas Kak Wulan dengan wajah teduh.
“Emm.. iya sih kak. Della perhatikan kalau jalan sama Kak Wulan nggak ada yang berani nggodain kakak. Mereka juga nggak memasang pandangan ala lelaki hidung belang. Tapi... Della belum siap pake kerudung kak. Apalagi pake gamis begitu. Aduuh ribet. Lagian mungkin Della tuh emang belum dapet hidayah dari Allah kak. Hehe”
“Wah kayaknya ada yang perlu direparasi nih dari Della.” Sambil memicingkan mata Kak Wulan menggoda Della.
“Kok direparasi sih kak? Emang Della barang elektronik apa.” Wah manyunnya tambah tida senti lagi deh. Hehe.
“Hihihi. Maaf, maaf. Maksud kakak diralat Della. Kenapa? Karena hidayah alias petunjuk itu juga memerlukan andil dari kita.”
“Aduh, gimana sih maksudnya kak? Della bingung.” Della menimpali sambil garuk-garuk kepala yang nggak gatel.
“Begini, kakak kasih permisalannya. Misalkan Della mau mencari sebuah alamat nih. Tapi bukan alamat palsu lho ya. Hehe.”
“Aduh, Della udah serius dengerin juga. Kakak malah bercanda.” Nah kali ini manyunnya nambah berapa senti hayoo? Hehe.
“Hehe. Iya maaf. Jadi, Della mau cari alamat nih. Terus sudah kakak kasih petunjuknya. Tapi Della itu nggak beranjak juga dari kursi. Duduk aja sambil mantengin tuh petunjuk. Apa Della bisa sampai ke alamat tersebut?” Kak Wulan mencoba menjelaskan dengan (lagi-lagi) wajah teduhnya.
“Ya jelas nggak dong kak. Mana mungkin bisa sampai kalau cuma diem doang.”
“Nah begitu juga hidayah. Dia tak akan datang kalau tak diusahakan. Kamu tahu, sebenarnya petunjuk atau hidayah itu sudah banyak di kanan-kiri; depan-belakang; atas-bawah hidup kita. Hehe.” Selalu diselipkan canda kalau lagi serius -_-
Della mulai manyun melihat Kak Wulan yang mulai bercanda. Kak Wulan yang tahu dengan sinyal-sinyal tersebut segera melanjutkan penjelasan sebelum Della unjuk rasa. Hihihi.
“Ini serius lho. Ada banyak bacaan yang menuntun, ada ucapan orang-orang yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Dan yang paling kentara ada Al Qur’an, pedoman hidup kita. Tapi sayangnya, kebanyakan orang tak menghiraukan. Ogah denger, apalagi baca. Cuek abis deh pokoknya. Padahal itu jalan menuju hidayah.” Semangat Kak Wulan menjelaskan.
“Emm, begitu ya Kak. Iya juga sih. Lagian manusia kan sudah diberi akal ya, kenapa nggak digunain coba?” Della mencoba berargumen, yang tentunya masih kalah sama Kak Wulan kalau didebat. Hehe.
“Iya Della sayang. Makanya, nih kakak kasih buku buatmu. Direnungi ya. Ini salah satu jalan menuju hidayah lho. Kan tadi kata Della manusia punya akal. Jadi harus direnungkan itu. Oke?”
Della lihat buku pemberian Kak Wulan sejenak. “Yuk Berhijab Syar’i”.
Tersenyum.
“Oke. Siap Bos!”
Mereka pun tertawa bersama.
Cerita ini juga salah satu bentuk hidayah (petunjuk) insyaAllah J
Jadi, mau pilih menjemput hidayah apa nunggu aja? ^^
@avee_tsuki

0 comments: