SAAT BAYI-BAYI PALESTINA BICARA

Mereka tidak mati. Mereka Abadi. Menjadi saksi timah-timah panas yang dipaksa merobek tubuh para mujahid, jua melubangi tubuh mungilnya. Dengan mata terpejam, dan senyum keteduhan di wajahnya, ia bicara pada kita, pada umat Islam di penjuru dunia. 

“Tidakkah kalian melihatku, Mukmin? Tidakkah kalian melihatku yang menjadi korban bagi kebiadaban Zionis?”. Kita hanya diam. Membisu. Meski kita mendengar ratapan itu.

“Apakah yang telah kalian lakukan setiap melihat kami menjadi mayat? Sedangkan para mujahid disini, di tanah Palestina ini selalu menjadikan kematian kami sebagai api pengobar semangat bagi perjuangan tanpa henti. Bahkan hanya untuk memberikan bantuan makanan bagi kami saja kalian enggan. Kami bicara atas nama kemanusiaan jika kalian benar-benar mengaku manusia. Kami bertanya pada kalian, dimanakah nurani kalian diletakkan? Blokade Ghoza itu telah menyengsarakan kami Wahai Mukminin!!”

Kemudian kita hanya bisa menangis. Menangisi bayi-bayi tak berdosa yang dibantai itu. Kita telah mendengar jeritannya. Bayi-bayi itu bicara pada kita, dengan mata terpejam dan senyum keteduhan di wajahnya.

“Lihatlah lubang di tubuhku ini Wahai Mukmin!! Lihatlah darah yang melumuri tubuhku ini Wahai Mukmin!! Kami bicara pada kalian atas nama ukhuwah jika kalian masih percaya pada hadits Rasulullah. Tubuh kami, tubuh bersimbah darah ini adalah juga tubuhmu Wahai Mukminin!!”

Kita, semua umat muslim di penjuru dunia mendengarnya. Sebagian ada yang tertawa. Sebagian ada yang mencucurkan air mata, sebagian ada yang berjuang dengan harta dan jiwanya.

“Demi Allah, Wahai Mukmin!! Kami adalah bayi-bayi tanpa dosa yang menjadi tumbal kebengisan kaum laknat Yahudi. Tapi kalian malah sibuk berdamai dengan mereka. Kalian mengadakan kerjasama dengan mereka. Kalian mengkonsumsi produk-produk mereka yang sebagiannya dipakai untuk melubangi tubuh-tubuh kami. Semoga Allah mengampunimu Wahai Mukmin! Semoga Allah mengampunimu”

Source: Muhasabah Cinta [Rafif Amir a.k.a Lukman Hadi, 2009]

0 comments: